Perjuangan Kedaulatan: Dinamika Konflik Laut Cina Selatan antara Indonesia dan Tiongkok

banner 468x60
Perjuangan Kedaulatan: Dinamika Konflik Laut Cina Selatan antara Indonesia dan Tiongkok
Konflik angkatan laut Tiongkok
Sumber: BNPB RI

0 dari: Dimas Tri Wicaksono

JurnalPost.com – Sebagai permasalahan yang tak kunjung usai, Laut Cina Selatan ibarat berlian di tengah lautan luas. Laut yang berada di tepi Samudera Pasifik ini terbentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka yang berbatasan langsung dengan 10 negara di kawasan Asia Tenggara dan Timur. Diantaranya Vietnam, Tiongkok, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Kamboja, Taiwan, dan Republik Indonesia. sehingga menjadikannya kawasan yang sangat strategis dan sangat menarik karena merupakan jalur pelayaran internasional dengan sumber daya alam yang sangat kaya.

banner 336x280

Beberapa tahun terakhir, Indonesia dihebohkan dengan masuknya kapal ikan Tiongkok KM Fey 100078 yang melakukan penangkapan ikan ilegal di Laut Natuna Indonesia. Tentu saja tindakan tersebut melanggar dan melanggar batas-batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) perairan Republik Indonesia. Lebih parah lagi ketika kapal penjaga pantai Tiongkok mencoba mencegatnya saat proses pengejaran oleh kapal TNI Angkatan Laut KP HIU 11.

Tak sampai disitu saja, pada tahun 2021 Tiongkok kembali bertindak dan mengeluarkan instruksi untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas Indonesia di Laut Natuna, dengan mengklaim wilayah tersebut sebagai wilayahnya. Tentu saja hal ini mengejutkan negara Indonesia, karena pada tahun 2017 lalu, wilayah yang disebut Laut Natuna Utara merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) milik Republik Indonesia sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Pada prinsipnya mengenai kepemilikan wilayah Laut Cina Selatan, Tiongkok telah sepakat untuk mengadakan perjanjian internasional yang dikenal dengan UNCLOS 1982, yang memuat hukum laut dan sumber daya kelautan di tingkat global mengenai batas yurisdiksi wilayah pesisir. negara, hak dan kewajiban negara-negara tersebut dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya kelautan, dan salah satu isinya adalah pernyataan bahwa Laut Natuna termasuk dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Agustus 2023 Tiongkok merilis peta yang sangat kontroversial, dimana peta ini menggambarkan bagaimana Tiongkok mempertahankan klaim klasiknya yang sering dikenal dengan sembilan garis putus-putus atau garis putus-putus di wilayah Laut Cina Selatan. Perlu diketahui, garis putus-putus atau sembilan garis putus-putus merupakan peta yang dibuat secara sepihak oleh Tiongkok untuk menggambarkan wilayah Laut Cina Selatan berdasarkan latar belakang sejarah dimana daratan yang dicakupnya diklaim sebagai perairan dan daratan Tiongkok. Akibat dari klaim tersebut banyak permasalahan yang timbul dan tentunya menimbulkan konflik dengan negara-negara yang merasa terkena dampaknya, salah satunya adalah Filipina, dimana Kepulauan Spratly dianggap sebagai wilayah China yang tidak memiliki landasan hukum internasional sesuai dengan PBB. keputusan. pengadilan arbitrase pada tahun 2016, yang menyatakan bahwa Tiongkok tidak memiliki dasar hukum yang sah untuk mengklaim wilayah perairan Laut Cina Selatan.

Meski Indonesia tidak terlibat langsung dalam konflik ini, bukan berarti tidak ada kemungkinan kedaulatan maritim Indonesia tidak terancam. Keluarnya peta standar China tahun 2023 disebut-sebut merupakan upaya Beijing meningkatkan agresivitasnya di kawasan Laut China Selatan. BBC News Indonesia melaporkan bahwa banyak nelayan dari Natun di Kepulauan Riau takut dengan adanya peta baru Tiongkok karena akan mempersempit wilayah penangkapan ikan mereka. “Lautan di Natun akan menyempit jika Tiongkok mengakui bahwa mereka adalah pemiliknya,” kata Dedi, seorang nelayan di Natun. “Juga sering ditemui kapal patroli China yang memasuki wilayah laut Natuna Utara dan sering membuat takut para nelayan,” imbuhnya.

Indonesia tentu tidak bisa menganggap enteng persoalan kedaulatan wilayah Laut Natuna di Laut Cina Selatan. Perlu dilakukan langkah-langkah terstruktur mengingat pembahasan konflik dengan Tiongkok tidak hanya terbatas pada garis depan saja, namun juga pada bidang lain seperti ekonomi, kebijakan sosial dan keamanan serta hal-hal lain yang konteksnya adalah hubungan internasional antara kedua negara. negara. Kerja sama internasional dengan negara-negara yang terkena dampak dalam mengupayakan perundingan melalui pertemuan bilateral dengan negara-negara yang terlibat perselisihan untuk menekankan pentingnya penyelesaian konflik secara damai berdasarkan hukum internasional, serta pendekatan komprehensif yang mencakup aspek keamanan, hukum, dan kerja sama regional. paling relevan untuk mencegah atau bahkan menyelesaikan konflik yang ada.

Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *