JurnalPost.com – Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru Muhammad Mukhlisin meminta pemerintah segera membuat kebijakan kunjungan lapangan (study tour) atau kegiatan lain yang mengharuskan siswanya melakukan perjalanan jauh. Menurut dia, kecelakaan akibat perjalanan offroad sudah memakan banyak korban jiwa dan masih terus berulang.
Pada 18 Oktober 2023, terjadi kecelakaan saat tamasya ke SMPN 3 Mojosongo, Boyolali. 6 siswa dan 1 guru luka-luka dan 1 sopir bus meninggal dunia. Pada tanggal 2 Desember 2023 rombongan SMKN 2 Ngasem Bojonegoro menabrak dump truck, 2 orang meninggal dunia. Pada tanggal 18 Januari 2024, terjadi kecelakaan offroad di SMAN 1 Sidoarjo yang mengakibatkan 3 orang luka-luka dan 2 orang meninggal dunia. Pada 11 Mei 2024, sekelompok siswa dan guru SMK Lingga Kencana Depok mengalami kecelakaan di Subang. 11 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Dan masih ada kasus lama serupa. Seperti SMA Islam Ar-Ridho pada tahun 2007 yang menewaskan 16 siswa, dan tragedi Paiton pada tahun 2003 yang menewaskan 54 siswa.
“Untuk mencegah jatuhnya korban jiwa, pemerintah harus membentuk mekanisme pengawasan dan pengaturan mengenai kunjungan lapangan. Standar keselamatan harus menjadi prioritas pemantauan. Peraturan juga diperlukan untuk memberikan kepastian kepada orang tua dan pemangku kepentingan apakah karyawisata wajib atau tidak. “Dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya untuk menciptakan rasa aman dan keadilan,” kata Mukhlisin.
Lebih lanjut, Mukhlisin menilai, kecelakaan yang terjadi pada Sabtu (11/5) malam di Subang di SMK Lingga Kencana Depok merupakan kegiatan perpisahan. Jadi itu bukan bagian pembelajaran dalam kurikulum. Namun, Mukhlisin juga mengingatkan, kegiatan akhir tahun seperti perpisahan, wisuda, dan jalan-jalan seringkali membebani orang tua karena tidak murah. Sementara itu, kondisi ekonomi orang tua siswa berbeda-beda. Hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan pada § 4 par. 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis, adil, tidak diskriminatif, menghormati hak asasi manusia, nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya, dan pluralisme bangsa”.
“Field trip biasanya merupakan kegiatan kokurikuler untuk menunjang pembelajaran intramural di kelas. Meski sekolah tidak mewajibkannya, siswa yang tidak berpartisipasi terkadang tidak mendapatkan nilai. Jadi orang tua terpaksa harus mengeluarkan keringat untuk membiayai perjalanan,” kata Mukhlisin.
Alasan lain pemerintah perlu membuat peraturan dan pengawasan adalah untuk mencegah penipuan. Bagaimana kejadiannya di SMA Negeri Bandung. Pelaku, seorang eksekutif perjalanan, menggelapkan uang sebesar Rp 368 juta. Jadi kunjungan lapangan tidak dilakukan.
“Jika karyawisata ini dirancang dengan baik maka akan menjadi proses pembelajaran yang menyenangkan. Karena siswa dapat merasakan perjumpaan langsung dengan orang atau komunitas yang berbeda. Artinya, memantapkan pengetahuan di kelas. Serta meningkatkan empati terhadap kelompok yang berbeda,” tegas Mukhlisin
Mukhlisin juga menegaskan, implementasi kebijakan yang ada, seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang komite sekolah, perlu segera dievaluasi. Jika peran komite dimaksimalkan maka seharusnya dapat mengawasi dan menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan program sekolah. Tentu saja hal ini memerlukan komite sekolah yang independen, transparan, dan peduli.
Quoted From Many Source
