Mengingat konsep Blue Degrowth untuk lautan berkelanjutan

banner 468x60
Mengingat konsep Blue Degrowth untuk lautan berkelanjutan
Foto Ilustrasi sampah di lautan. Sumber: iStock

JurnalPost.com – “Sungguh suatu situasi yang aneh bahwa laut tempat asal kehidupan pertama kali muncul kini terancam oleh aktivitas salah satu bentuk kehidupan ini. Namun laut, meskipun mengalami perubahan yang tidak menyenangkan, akan terus ada; ancamannya justru nyawa itu sendiri.”

Kutipan di atas berasal dari Rachel Carson dalam bukunya The Sea Around Us yang diterbitkan pada tahun 1951. Apa yang dikatakan Carson beberapa dekade lalu menggambarkan apa yang terjadi sekarang. Krisis yang terjadi kemudian menyebabkan Konferensi Multilateral/COP ke-25 diberi nama “BLUE COP” untuk menyoroti dan memberikan rekomendasi solusi atas apa yang terjadi di laut. Selain itu, PBB juga menetapkan tanggal 8 Juni sebagai Hari Laut Sedunia untuk menyoroti pentingnya memperhatikan kondisi lautan saat ini. Penetapan tanggal ini juga menandai dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap laut. Greenpeace Indonesia mencontohkan beberapa permasalahan yang menghantui laut, yaitu industri perikanan, sampah plastik laut, krisis iklim yang menyebabkan suhu laut meningkat, serta pembangunan dan investasi yang sedang berlangsung yang semakin mengancam keadaan laut dunia.

banner 336x280

Melihat kondisi tersebut, berbagai upaya dilakukan, salah satunya dengan hadirnya konsep Ekonomi Biru yang kembali ditegaskan oleh Gunter Pauli dalam bukunya The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs yang terbit pada tahun 2010. Melalui konsep tersebut, ia ingin Pauli mengedepankan hadirnya model ekonomi yang juga memperhatikan kelestarian alam, khususnya di bidang maritim. Konsep yang hadir sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep lain seperti ekonomi hijau dan upaya serta istilah lain yang menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan. Premis dasar dari konsep ini adalah perekonomian dapat terus tumbuh dan berkembang tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap lingkungan.

Awalnya, hadirnya konsep ekonomi biru dianggap sebagai solusi mengatasi dampak negatif tumbuhnya industri perikanan di laut. Namun menurut Forum Lingkungan Hidup Indonesia, penerapan kebijakan ekonomi biru masih bertumpu pada kepentingan korporasi besar. Serangkaian kritik telah menghantam praktik ekonomi biru. Marginalisasi nelayan kecil dan masyarakat pesisir oleh korporasi, perampasan sumber daya air masyarakat, privatisasi laut dan pesisir merupakan tanda-tanda bahwa apa yang dicita-citakan Gunter Pauli melalui ekonomi biru sepertinya tidak akan terwujud. Ekonomi biru hanya berkontribusi terhadap peralihan penggunaan lahan hingga eksplorasi samudra, laut, dan pantai dengan menjadikannya komoditas yang dapat diperjualbelikan untuk mengakumulasi modal. Kehadiran Ekonomi Biru nyatanya tidak memberikan jaminan perlindungan lingkungan hidup bahkan justru memperbesar kerusakan besar yang terjadi.

Mempertimbangkan konsep BlueDegrowth untuk lautan berkelanjutan

Foto ilustrasi seorang nelayan. Sumber: Pexels

Kegagalan ekonomi biru dalam mengatasi permasalahan kelautan mendorong munculnya konsep blue slump growth. Istilah ini dipopulerkan pada tahun 2018 oleh Maria Hadjimichael dalam dokumennya tentang kebijakan alternatif Uni Eropa terkait bidang kelautan dan perikanan. Dalam konsep ini terdapat 9 prinsip yang menyertainya, yaitu mengakhiri eksploitasi, demokrasi langsung, produksi lokal, berbagi dan mengklaim kembali milik bersama, fokus pada hubungan (relasional) dengan alam, saling ketergantungan, kepedulian, keberagaman dan dekomodifikasi tenaga kerja, tanah dan alam. laut . Bluedegrowth juga menawarkan alternatif yang sama sekali berbeda terhadap ideologi dasar ekonomi pertumbuhan di balik ekonomi biru. BlueDegrowth menawarkan alternatif dimana pertumbuhan dan perkembangan bukanlah acuan utama yang harus digunakan oleh suatu perusahaan. Selain itu, konsep bluedegrowth mengedepankan keterkaitan erat dengan laut, produksi skala kecil, konsumsi lokal dan pengelolaan wilayah laut dilakukan oleh masyarakat lokal dengan memperhatikan nilai-nilai budaya lokal yang ada.

Di BlueDegrowth, inisiatif yang berasal dari komunitas lokal, seperti nelayan, menjadi penting dan harus diperhatikan. Memasukkan konsep kosmologis masyarakat adat yang mempunyai cara dan sebaran ruang di wilayah tempat mereka berada merupakan hal mendasar yang perlu dikembangkan. Ontologi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam kaitannya dengan ruang di mana mereka berada, khususnya di wilayah pesisir, harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan terkait kelautan. Ada beberapa tradisi di Indonesia yang bisa menjadi contoh bagaimana masyarakat setempat mengelola laut. Yang pertama adalah latihan Sasi Laut. Sebuah tradisi yang berasal dari masyarakat Maluku dan Papua berupa pelarangan masyarakat mengambil sumber daya laut pada waktu-waktu tertentu. Selain itu, ada juga tradisi Lilifuk dari masyarakat Baineo Nusa Tenggara Timur yang berupaya menjaga potensi sumber daya lautnya tetap terjaga dan kaya. Ada pula Tradisi Bapongka Masyarakat Suku Bajo yang menggunakan peralatan sederhana saat memancing agar tidak merusak apa yang ada di laut. Di masyarakat Aceh, kehadiran Panglima Laot juga merupakan upaya menjaga keberlangsungan ekosistem di laut.

Berbagai hal yang dilakukan masyarakat setempat merupakan praktik yang diungkapkan oleh Bluedegrowth. Serangkaian upaya yang berfokus pada menjaga hubungan dengan laut melalui produksi skala kecil, dengan pemahaman dasar tentang saling ketergantungan dengan laut, membuat masyarakat menyadari pentingnya memberikan waktu bagi ekosistem laut untuk pulih. Prinsip pemanenan seperti itu sudah dipraktikkan masyarakat setempat sejak dahulu kala dan terbukti mampu menjaga ekosistem laut. Praktik-praktik tersebut harus diperkuat demi kelestarian laut, bukan hanya mengandalkan ilusi keberlanjutan yang ditawarkan BlueEconomy, namun tetap menggunakan rasionalitas pertumbuhan ekonomi. –

Penulis: Martin Dennise Silaban, peneliti di SHEEP Indonesia Institute

Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *