Beasiswa yang tidak tepat sasaran, permasalahan “melenturkan” mahasiswa penerima KIP-K

banner 468x60
Beasiswa yang tidak tepat sasaran, permasalahan “melenturkan” mahasiswa penerima KIP-K

banner 336x280

Penulis: Setia Indah Kurnia Pangerang
Universitas Tribhuwana Tunggadewi

JurnalPost.com – Media sosial telah menjadi platform populer bagi banyak orang untuk berbagi kehidupan mereka secara online. Di era digital saat ini, media sosial tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, namun juga sebagai alat pemasaran diri. Banyak orang, terutama pelajar, memanfaatkan media sosial untuk memamerkan gaya hidup mereka yang kerap dikaitkan dengan kekayaan dan kemewahan. Fenomena ini dikenal sebagai “melenturkan”.

Di era perkembangan media sosial yang begitu pesat, kita menyaksikan sebuah fenomena baru yang semakin mengakar dalam budaya populer yaitu membungkuk. Istilah yang berasal dari bahasa Inggris ini berarti tindakan memamerkan kekayaan, kesuksesan, atau gaya hidup mewah, biasanya melalui media sosial. Salah satu contoh fenomena yang banyak diperbincangkan di media sosial adalah seorang pelajar yang memamerkan kemewahan hidupnya, padahal ia pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP-K).

Kartu Indonesia Pintar Perguruan Tinggi (KIP-K) merupakan bantuan pendidikan dari pemerintah bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu. Bantuan ini diberikan kepada lulusan sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat yang memiliki potensi akademik kuat. Kami berharap dengan cara ini dapat membantu siswa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun sayangnya, ada beberapa mahasiswa penerima KIP-K yang memanfaatkan beasiswa ini untuk memamerkan gaya hidupnya di media sosial. Mereka kerap memposting foto dan video yang memperlihatkan kekayaan dan kemewahan yang seolah mereka miliki. Sementara itu, tidak bisa diperoleh semua mahasiswa yang seharusnya memenuhi kriteria penerimaan KIP-K. Dalam praktiknya, proses seleksi dan verifikasi menjadi hambatan bagi mahasiswa yang memenuhi syarat namun tidak lulus. Hal ini sering menjadi bahan perdebatan di kalangan pelajar.

Masalah KIP-K
Fenomena pembengkokan ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak yang menilai tindakan tersebut tidak pantas dilakukan oleh mahasiswa penerima KIP-K yang seharusnya bersyukur atas bantuan yang diberikan pemerintah. Selain itu, tindakan tersebut juga dinilai tidak etis dan menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab dan kesadaran sosial dari pihak pelajar. Ada sebagian pelajar yang memanfaatkan KIP-K sebagai alat untuk kepentingan pribadi, misalnya untuk membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan dengan alasan “ada KIP-K”. Hal ini jelas bertentangan dengan tujuan KIP-K, yaitu membiayai pendidikan siswa yang benar-benar membutuhkan bantuan. Ada beberapa hal yang menurut saya perlu dikaji ulang dengan program KIP-K agar fenomena pembengkokan tidak semakin meluas.

Salah satu dampak tidak efektifnya program ini adalah kurangnya transparansi dan informasi yang dibutuhkan mahasiswa untuk proses seleksi dan verifikasi. Banyak siswa yang belum mengetahui proses seleksi dan verifikasi KIP-K sehingga sering merasa dirugikan jika tidak lulus. Padahal, seharusnya pemerintah memberikan informasi yang jelas dan mudah diakses oleh siswa agar proses seleksi dan verifikasi bisa berlangsung lebih adil. Oleh karena itu, fleksibilitas dalam menerima KIP-K di kalangan pelajar harus diperhatikan oleh semua pihak, terutama pemerintah. Pemerintah harus memperhatikan seleksi dan verifikasi KIP-K agar dapat berjalan secara adil dan transparan. Selain itu, mahasiswa harus lebih memahami tujuan dari KIP-K itu sendiri, yaitu membantu pihak-pihak yang memang membutuhkan bantuan.

Mencari akar dari perilaku “fleksibel”.
Perilaku “fleksibel” ini berakar dari adanya tekanan sosial yang mengharuskan individu untuk menunjukkan keberhasilan dan prestasinya di depan orang lain, yang mungkin menjadi pemicu utama dari perilaku “fleksibel” itu sendiri. Di era dimana popularitas dan penerimaan sosial seringkali diukur dari jumlah follower dan like di media sosial, banyak orang, termasuk pelajar, merasa terdorong untuk menciptakan image yang mengesankan agar dapat diterima dan diakui oleh masyarakat. Di sisi lain, terdapat juga tekanan yang kuat untuk menghindari stigma sosial yang terkait dengan status ekonomi menengah ke bawah. Mahasiswa penerima beasiswa KIP-K mungkin merasa bahwa dengan menampilkan gaya hidup mewah, mereka dapat lepas dari stereotip kemiskinan dan merasa lebih berharga atau dihargai di lingkungan sosialnya. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya seseorang menemukan identitas positif dan merasa diterima secara sosial tanpa terpengaruh oleh stereotip dan diskriminasi sosial.

Efek membungkuk
Pada akhirnya, fenomena pembengkokan ini juga dapat memberikan dampak negatif bagi seluruh pengguna media sosial, termasuk para mahasiswa penerima KIP-K dan program beasiswa ini secara keseluruhan. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap penerima KIP-K yang dianggap tidak membutuhkan bantuan dan mempunyai pola hidup yang sama dengan mahasiswa tanpa beasiswa. Hal ini juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan memancing kemarahan masyarakat yang kurang mampu.

Oleh karena itu, sebagai mahasiswa penerima KIP-K hendaknya kita memahami dan mengapresiasi bantuan yang diberikan pemerintah. Beasiswa ini patut kita syukuri dan manfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan prestasi dan kualitas kita, bukan untuk memamerkan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selain itu, pemerintah harus memperketat seleksi dan pengawasan terhadap mahasiswa penerima KIP-K agar program ini dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

Fenomena pembengkokan media sosial yang disadari oleh mahasiswa penerima KIP-K mencerminkan kompleksnya tantangan dan dampak budaya digital saat ini. Perilaku ini juga menunjukkan kurangnya kesadaran dan tanggung jawab sosial sebagian siswa. Fenomena ini dapat berdampak negatif terhadap penerima beasiswa dan program secara keseluruhan. Kita sebagai mahasiswa harus memahami dan menghargai bantuan yang diberikan dan menggunakan beasiswa ini dengan bijak dan bertanggung jawab. Mari kita bersama-sama menjaga nama baik dan citra program KIP-K demi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *